Brad, yang belum lama menetap di kota yang baru, langsung menemukan gereja tempat ia dapat beribadah. Beberapa minggu kemudian, pada suatu hari Minggu, ia berbicara kepada gembala gereja itu tentang kerinduannya untuk melayani dengan cara apa pun yang dibutuhkan. Ia lalu memulai dengan membantu menyusun kursi untuk ibadah dan membersihkan kamar kecil. Brad sendiri sebenarnya memiliki karunia dalam memberikan pengajaran, tetapi ia bersedia melakukan apa saja dalam pelayanan.
Pada jam istirahat kerja yang singkat, saya dan teman saya, Jerrie, bergegas ke sebuah restoran cepat saji untuk makan siang bersama. Dalam waktu hampir bersamaan, enam orang pemuda masuk tepat di depan kami. Mengingat kami tidak punya banyak waktu, kami pun menggerutu dalam hati. Para pemuda itu bergerombol di dua meja kasir yang ada agar mereka dapat memesan lebih dulu. Lalu, saya mendengar Jerrie bicara sendiri, “Tunjukkan kasih sekarang juga.” Wow! Tentu saja, mengizinkan kami dilayani lebih dahulu pasti menyenangkan, tetapi saat itu saya diingatkan untuk memikirkan kebutuhan dan kemauan orang lain, bukan hanya mengikuti kemauan saya sendiri.
Bertahun-tahun lamanya seorang ibu berdoa sambil membantu putrinya yang telah dewasa menjalani pengobatan dan konseling terbaik yang bisa diterimanya. Kondisi kesehatan sang putri yang naik-turun secara ekstrem senantiasa membebani hati ibunya hari lepas hari. Karena sering merasa energinya terkuras oleh kesedihan hatinya, sang ibu menyadari bahwa ia juga harus merawat dirinya. Seorang kawan menyarankan agar ia menuliskan segala kekhawatirannya dan hal-hal yang tidak dapat ia kendalikan ke dalam kertas-kertas kecil, lalu meletakkan semuanya itu di sebuah “piring Allah” di samping tempat tidurnya. Praktik sederhana ini memang tidak melenyapkan seluruh stres yang dihadapinya, tetapi melihat piring itu mengingatkan sang ibu bahwa semua kekhawatirannya ada di tangan Allah, bukan di tangannya.
Ribuan orang mendoakan Pendeta Ed Dobson saat ia didiagnosis menderita ALS pada tahun 2000. Banyak yang meyakini bahwa saat mereka berdoa dalam iman meminta kesembuhan, Allah akan segera menjawab doa mereka. Setelah 12 tahun bergumul dengan penyakit yang membuat ototnya perlahan menyusut (dan tiga tahun sebelum kematiannya), Ed ditanya oleh seseorang mengapa Allah belum menyembuhkannya. “Memang tidak ada jawaban yang tepat, jadi saya pun tidak pernah bertanya,” jawabnya. Lorna, istrinya, menambahkan, “Jika kita selalu terobsesi harus mendapat jawaban, kita tidak akan pernah bisa benar-benar hidup.”
Untuk mengungkapkan kesedihannya, seorang gadis muda bernama Allie menulis kalimat-kalimat berikut di atas sepotong kayu dan meletakkannya di taman: “Sejujurnya, aku sedih. Tak ada yang mau main denganku, dan aku kehilangan satu-satunya orang yang mau mendengarkanku. Aku hanya bisa menangis setiap hari.”
Ketika teman saya Al dan Kathy Schiffer menerbangkan pesawat kuno dari era Perang Dunia II milik mereka di berbagai pameran dirgantara, mereka sangat terkesan oleh reaksi para veteran perang yang sudah lanjut usia. Para veteran tersebut akan mampir untuk bercakap-cakap tentang perang yang mereka alami dan pesawat yang pernah mereka terbangkan. Sebagian besar kisah pertempuran mereka diceritakan dengan linangan air mata. Banyak veteran yang berkata bahwa kabar terbaik yang mereka terima di tengah kancah peperangan itu adalah perkataan, “Perang sudah berakhir, kawan. Sekarang waktunya pulang.”
Teman saya, Joann, meninggal dunia karena stroke persis ketika virus corona mulai menyebar pada tahun 2020. Awalnya keluarga Joann mengumumkan bahwa ibadah penghiburan akan diadakan di gerejanya, tetapi kemudian diputuskan bahwa ibadah lebih baik diadakan di rumah duka untuk membatasi jumlah yang hadir. Pemberitahuan susulan yang dibagikan secara daring tertulis: Joann Warners—Pindah Tempat.
Ketika jadwal Bev penuh dengan serangkaian tes kesehatan, ia mulai merasa kewalahan dan lelah. Saat tim dokter memberi tahu bahwa mereka masih mencari sumber penyakit kanker di tubuhnya, Bev makin tertekan. Namun, setiap hari Allah dengan setia menguatkan Bev melalui janji penyertaan-Nya, dan ia merasakan damai sejahtera ketika ia mencari Allah atau membaca Alkitab. Bev sering bergumul dengan ketidakpastian dan harus berulang kali belajar untuk menyerahkan perasaan yang membebaninya itu kepada Allah. Suatu pagi, Bev membaca sepenggal ayat dari Keluaran 23 yang menyentuh hatinya sebelum ia menjalani operasi besar: “Sesungguhnya Aku mengutus seorang malaikat berjalan di depanmu, untuk melindungi engkau di jalan” (ay.20).
Di wilayah selatan Kepulauan Bahama terdapat sebidang kecil tanah yang disebut Ragged Island. Tadinya pada abad ke-19, tempat itu merupakan penghasil garam yang aktif, tetapi setelah industri tersebut merosot, banyak orang pindah ke pulau-pulau terdekat. Pada tahun 2016, jumlah penduduk pulau itu kurang dari delapan puluh orang, tetapi terdapat tiga denominasi Kristen di sana. Meski demikian, jemaat dari ketiga denominasi itu berkumpul bersama di satu tempat untuk beribadah dan bersekutu setiap minggunya. Dengan jumlah penduduk yang sangat sedikit, ada kepentingan untuk terus menjaga rasa kebersamaan di antara mereka.